Sabtu, 29 November 2014

AKHIR

BY : JOE Strada
medan,12 nov 2007

Pernah aku takjub pada simbol – simbol kemunafikan yang sering di sebut pengabdian.Disana pula aku menjadi budak ambisi tanpa mengerti makna peradaban.Ketika badai datang dari barat secepatnya aku berlari ke timur,lalu dia datang dari utara maka menghindarlah aku  ke selatan.
Perlahan namun pasti,mata hati tertutup kemilau keserakahan yang di bentengi tembok – tembok nafsu.
Di kastil agung yang di bangun tangan – tangan keji berwarna keemasan, di poles oleh lidah para penjilat,itulah tempat di mana aku meletakkan pengabdian.Hidup laksana seorang raja,di kawal oleh keangkuhan dan pengkhianatan sebagai permaisuri.
Celakalah orang – orang miskin dari belahan dunia yang sama di mana kejujuran adalah kelemahan dan kasih sayang merupakan kebodohan.Dari sisi terbaik itulah aku menyelinap ke dalamnya lalu menanam beribu pohon keputus asaan.Ketika mereka tumbuh dengan subur,maka aku hanya tinggal memetik hasilnya.
Begitu seterusnya sampai suatu hari aku menemukan kebusukan di dalamnya dan aku merasakan betapa pahit rasanya.Aku marah,tapi tak tau harus kemana ku lampiaskan.”bukankah itu hasil yang ku petik dari apa yang selama ini ku tanam.?”.Sejak hari itu aku tak lagi mampu menghindari badai,lalu mereka meruntuhkan kastil agung dan tembok – temboknya,keangkuhan dan pengkhianatanpun hancur bersamanya.
Sekarang aku hanya sekuntum bunga rumput liar yang habis berterbangan tatkala tertiup angin.Tak ada tempat untuk sembunyi karena aku selalu tumbuh di mana – mana, namun selalu menebar kebencian.Sehingga siapa saja yang melihatnya pasti akan mencabut kemudian mencampakkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar