AKHIR
BY : JOE Strada
Pernah
aku takjub pada simbol – simbol kemunafikan yang sering di sebut
pengabdian.Disana pula aku menjadi budak ambisi tanpa mengerti makna
peradaban.Ketika badai datang dari barat secepatnya aku berlari ke timur,lalu dia
datang dari utara maka menghindarlah aku
ke selatan.
Perlahan
namun pasti,mata hati tertutup kemilau keserakahan yang di bentengi tembok –
tembok nafsu.
Di
kastil agung yang di bangun tangan – tangan keji berwarna keemasan, di poles
oleh lidah para penjilat,itulah tempat di mana aku meletakkan pengabdian.Hidup
laksana seorang raja,di kawal oleh keangkuhan dan pengkhianatan sebagai
permaisuri.
Celakalah
orang – orang miskin dari belahan dunia yang sama di mana kejujuran adalah
kelemahan dan kasih sayang merupakan kebodohan.Dari sisi terbaik itulah aku
menyelinap ke dalamnya lalu menanam beribu pohon keputus asaan.Ketika mereka
tumbuh dengan subur,maka aku hanya tinggal memetik hasilnya.
Begitu
seterusnya sampai suatu hari aku menemukan kebusukan di dalamnya dan aku
merasakan betapa pahit rasanya.Aku marah,tapi tak tau harus kemana ku
lampiaskan.”bukankah itu hasil yang ku petik dari apa yang selama ini ku
tanam.?”.Sejak hari itu aku tak lagi mampu menghindari badai,lalu mereka
meruntuhkan kastil agung dan tembok – temboknya,keangkuhan dan pengkhianatanpun
hancur bersamanya.
Sekarang
aku hanya sekuntum bunga rumput liar yang habis berterbangan tatkala tertiup
angin.Tak ada tempat untuk sembunyi karena aku selalu tumbuh di mana – mana,
namun selalu menebar kebencian.Sehingga siapa saja yang melihatnya pasti akan
mencabut kemudian mencampakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar